Tuhan, Manusia, dan Aku

by 10:08 PM 0 comments
Disuatu siang yang panas. Hanya suatu siang yang lain. Siang yang membosankan. Siang yang fana, ditengah hidup yang bahkan tak seumur jagung
Maunya aku melihat keluar jendela, menikmati pemandangan alam, memalingkan diri dari dunia yang berlumur dosa hitam ini. Yang sudah semakin tenggelam dalam lumpur hedonisme
Maunya aku tertawa saat melihat itik gagal berenang, menutup telinga dari jeritan dunia yang semakin renta. Yang kian hari kian membusuk. Anyir baunya
Maunya aku tetap diam ditempatku. Menunggu saatku tiba
Tapi, aku pun melangkah

Aku berjalan dinaungi atap kokoh dari pasak batu, bertuliskan, Hidup. Namun aku berjalan diatas jembatan rapuh nan reyot bernama Benar. Jembatan yang berdiri lunglai diatas pasir hisap. Pasir hitam menggelegak layaknya timah di padang pembalasan di istana Hades. Aku meniti jembatan, berusaha sampai diujung, yang tak kutahu dimana

Aku berjalan. Pelan. Tak tergesa. Kenapa aku tergesa? Untuk apa? Aku tak mau terjun bebas ke pasir hitam itu. Pasir nista nan hina. Aku melihat disekelilingku banyak jembatan lain. Ada yang dari emas. Ada yang dari perak. Ada pula yang dari permata. Namun bisa kulihat, jembatan itu goyah. Dibawahnya ada iblis yang terbahak

Manusia-manusia berpakaian indah berjalan dijembatan itu. Mereka melompat bahagia. Mereka menari dengan senang. Irinya aku. Saat aku harus meniti jembatan rapuh ini seorang diri, mereka bebas berlompatan dan mereka tidak sendiri. Bahagianya, pikirku. Tapi kemudian aku melihat. Kenapa tak bisa kulihat sinar-Nya di sana? Tak bisa pula kulihat cinta Tuhan disana. Ada apa ini?

Aku terus berjalan. Manusia-manusia itu juga terus berlompatan. Bisa kulihat mereka bak putri istana. Bak putri Cina pada zaman Dinasti Yin. Bak Ratu Victoria. Pun bisa kulihat mereka layaknya Raja Wilhelm. Lalu kulihat, jembatan itu goyah. Iblis-iblis berpesta pora dibawahnya. Aku terpaku saat jembatan itu terguling. Mengucurkan para manusia diatasnya, kemulut-mulut iblis yang terbuka lebar. Aku terpaku. Aku terhenyak saat mereka menyalahkan Tuhan atas semua ini. Aku terheran saat mereka berkata itu adalah takdir Tuhan

Aku berjalan lagi. Tapi aku seorang diri. Tak ada jembatan lain disisi. Aku berpikir. Tuhan tidaklah salah. Tuhan tidak pernah salah. Sebab, Ia adalah Tuhan. Jika Ia salah, maka Ia bukan Tuhan. Tuhan tidak pernah membuat takdir yang menyengsarakan manusia. Tuhan baik hati. Tuhan Maha Pengasih. Tapi itu berarti manusialah yang tak bisa mengingat bahwa Tuhan itu demikian. Karena, Tuhan mengikuti prasangka hambanya dan manusia adalah hamba-Nya

Aku berjalan. Aku terus berjalan. Tapi aku tak tahu, bisakah aku tetap disini? Di jembatan rapuh ini?

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments:

Post a Comment